LEBAK | Literasipublik.id
Nelayan wilayah pesisir Binuangeun Kabupaten Lebak Provinsi Banten melayangkan protes keras terhadap kondisi pasar benih bening lobster (BBL) yang semakin memprihatinkan.
Pasalnya, selama tiga bulan terakhir, harga beli BBL hanya berada di kisaran Rp2.500 per ekor, jauh di bawah harga patokan yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp8.500 per ekor.
"Nelayan kecil merasa dikhianati oleh regulasi yang seharusnya melindungi, tapi di lapangan justru tidak dijalankan," tegas Uchan, Sekretaris Paguyuban Nelayan Kabupaten Lebak, dalam keterangannya, Minggu, (25 Mei 2025).
Menurut Uchan, penyebab utama anjloknya harga ini karena koperasi dan pihak pembudidaya dari BLU BPBAP Situbondo menyatakan tidak mendapat Purchase Order (PO) yang memadai dari pembeli akhir.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaika oleh Dinas Perikanan Kabupaten Lebak yang telah mendengar aduan para nelayan Binuangeun pada pertemuan terbuka pada 16 mei 2025 yang dihadiri oleh anggota DPRD Kabupaten Lebak Komisi II dari Fraksi Demokrat dan PPP.
“Akibatnya hasil tangkapan kami menumpuk, tidak laku, dan sebagian bahkan harus dibuang. Ini bukan hanya soal ekonomi, akan tetapi juga soal kehormatan kami sebagai nelayan,” tambah Uchan.
Lebih lanjut, Uchan menyebut bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap Keputusan Menteri KKP RI Nomor 24 Tahun 2024, khususnya pada diktum pertama dan kedua, yang menetapkan harga patokan terendah.
“Kami ini rakyat kecil yang tunduk pada aturan. Tapi kalau aturan tidak ditegakkan untuk kami, lalu siapa yang akan melindungi kami dari pasar yang sewenang-wenang?” tegasnya
Diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Diktum KESATU dan KEDUA dari Keputusan Menteri KKP Nomor 24 Tahun 2024, dan Permen KKP No.07 Tahun 2024 yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan tidak terimplementasi secara konsisten di lapangan.
Nelayan Binuangeun di Kabupaten Lebak secara terbuka menyampaikan lima tuntutan utama kepada pemerintah, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP):
Pertama, Evaluasi dan penindakan tegas terhadap koperasi atau pihak pembeli yang membeli di bawah HPT.
Kedua, Penguatan pengawasan atas pelaksanaan Permen KP No. 7 Tahun 2024, terutama pasal-pasal tentang perlindungan nelayan kecil.
Ketiga, Pembentukan mekanisme penyerapan wajib atau buffer stock nasional, terutama oleh BLU BPBAP Situbondo di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Keempat Audit BLU BPBAP Situbondo untuk perwujudan transparansi kepada public khususnya Nelayan kecil
Kelima Penyelenggaraan dialog terbuka antara KKP dan nelayan Binuangeun, untuk menyampaikan aspirasi dan solusi jangka panjang.
Nelayan tidak boleh terus menjadi korban pasar yang tidak manusiawi. Nelayan butuh jaminan hasil kerjanya di laut bisa dihargai secara layak sesuai janji Pemerintah. Jika tidak, maka yang tersisa dari peraturan hanyalah kertas kosong,” pungkas Uchan.
( L.P/ JK)
Social Footer